TURUT MEMBANGUN INDONESIA, MENJAGA NEGERI

Menjaga Pernikahan Dari Zona Bahaya

Oleh: Dwi Taufan Hodayat

KADANG kita sibuk membangun rumah yang indah di mata tetangga, tapi lupa merawat pondasi di dalamnya. Pernikahan bisa terlihat tenang di luar, padahal retak perlahan di dalam. Tiga sinyal yang diuraikan psikolog itu seperti alarm dini. Jika kita abai, rumah tangga bisa runtuh bukan oleh badai besar, melainkan oleh luka-luka kecil yang dibiarkan bernanah.

Pernikahan adalah salah satu nikmat agung yang Allah titipkan. Ikatan suci ini bukan hanya soal menyatukan dua manusia, tapi juga menyatukan dua keluarga, dua hati, dua jiwa yang berbeda. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً

“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang.” (QS. Ar-Rum: 21)

Jika sudah tak ada lagi pembicaraan hati ke hati, itu tanda kasih dan sayang mulai menipis. Rasulullah ﷺ selalu menasihati kita agar menjaga komunikasi, sebab kata-kata yang baik adalah kunci kebahagiaan. Beliau bersabda:

«الكلمة الطيبة صدقة»

“Perkataan yang baik adalah sedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam rumah tangga, perkataan yang baik bisa menyembuhkan luka, menghapus letih, dan mempererat rasa. Ketika kita berhenti bicara dengan hati, yang tersisa hanya rutinitas kering. Saling mengurus anak, membayar tagihan, tapi jiwa masing-masing terasa asing.

Sinyal kedua, lebih nyaman sendiri daripada bersama pasangan. Ini menunjukkan hilangnya sakinah. Padahal, Allah mendesain pernikahan agar menjadi tempat kembali, tempat paling aman untuk pulang. Rasulullah ﷺ mengajarkan suami istri saling menjadi pakaian satu sama lain.

هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ

“Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka.” (QS. Al-Baqarah: 187)

Pakaian melindungi, menutupi aib, memberikan kehangatan. Jika kita justru lega saat pasangan pergi, itu tanda bahwa fungsi “pakaian” sudah hilang. Bisa jadi kita lebih nyaman pada kebisuan, karena merasa tak dipahami. Ini bahaya besar yang jika dibiarkan, akan tumbuh menjadi jarak yang sulit dijembatani.

Sinyal ketiga, pertengkaran kecil meledak menjadi besar. Rasulullah ﷺ pernah bersabda:

«خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ، وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي»

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku.” (HR. Tirmidzi)

Sikap lembut pada pasangan adalah cermin ketakwaan. Ketika masalah sepele berubah menjadi perang besar, itu bukan semata salah ucapan, tapi ada luka lama yang tak pernah diobati. Sebuah kritik keras bisa berakar dari rasa diabaikan, tidak dihargai, atau ketidakjujuran yang menumpuk.

Penting bagi suami istri untuk saling menasihati, mendekatkan diri kepada Allah bersama-sama. Rasulullah ﷺ juga bersabda:

«رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ، فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ»

“Semoga Allah merahmati seorang suami yang bangun malam untuk shalat, lalu membangunkan istrinya. Jika sang istri enggan, ia memercikkan air ke wajahnya.” (HR. Abu Dawud)

Pernikahan bukan sekadar tentang tinggal serumah, tapi juga berjalan menuju surga bersama. Kita perlu menyirami pernikahan dengan kasih sayang, komunikasi yang jujur, saling mendengar, dan saling memaafkan. Jika muncul sinyal-sinyal bahaya itu, segera rawat. Jangan tunggu retak menjadi runtuh.

Semoga Allah ﷻ menjaga setiap rumah tangga kita, menjadikannya sakinah, mawaddah, dan rahmah. Amin.